KAWAH IJEN: Rahasia Dibalik Kepergianku (Part III)
Berarti misi penghindaran ku sejak awal harus berakhir
sampai disini donk? Ingin rasanya kaki ini balik ke mobil dan tidur tapi itu
tidak mungkin. Bisa di penggal si Rony kepalaku nanti. Ya mau gimana lagi.
Dijalani aja. Lagi pula jauh-jauh kesini juga gak mungkin batal karena galau.
Mendekati pintu pendakian akhirnya kami harus berjalan berpasangan.
Rony dan mbak ifa, dan aku sama Hendrik. Sumpah ini adalah rasa tercanggung
dalam sejarah. Aku berusaha berjalan lebih lambat si hendrik malah ikut melambat.
Aku lebih cepat dia juga ikut cepat. Sempat GR ini anak kok kayak gini. Jelas
dia seperti itu karena Rony sudah menugaskan untuk jadi penjaga rombongan. Jadi
percuma aku menghindar. Salah-salah aku yang bisa tersesat di tengah hutan.
Pasrah deh.
Sekian menit aku mulai ngos-ngosan. Jalan lebih menanjak.
Mula-mula hanya 20 derajat. Kok ini jadi 45 derajat. Wow. Kebayang susahnya.
Ditambah jalan berpasir dan udara dingin yang sampai menusuk jaket tebal yang
aku pakai. Entah apa yang terjadi tiba-tiba Hendrik menggengam tanganku. Dia
meremas tanganku erat sambil terus melangkahkan kaki. Semakin tinggi daratan
yang kami daki angin bertambah kencang. Aku benar-benar menggigil kedinginan.
Sesekali aku melihat tangan Hendrik yang terus menggenggam erat tanganku. Saat
aku mengerang kedinginan Hendrik mendengarnya. Dia tiba-tiba melepaskan
genggamannya dan kemudian merangkulku.
Ya... Aku merasakan hawa sejuk. Bukan dingin. Entah apa yang
aku pikirkan. Kini rasa dingin yang aku rasakan tiba-tiba menghilang. Padahal
di kulit masi terasa dingin. Perasaan inilah yang membuat udara dingin itu
hilang. Semua campur aduk dalam hatiku. Senang, sungkan, terkejut, dan aku
merasa ada aliran rasa sayang yang terus mengalir dari tangan dan bahunya masuk
ke badanku. Aku merasa damai. Tak terasa kepalaku mendekat kelehernya. Sesekali
aku melihat wajahnya dan aku jatuh di bahunya lagi. Oh God what are you doing Bastian?
Seperti terhipnotis. Dia tak melepas pelukannya walau sambil
berjalan mendaki. Sempat aku khawatir jika Rony dan mbak Ifa melihat. Tapi
sepertinya itu tidak mungkin. Karena mereka sudah berada jauh mendaki diatas
kami. Lagi pula kondisi malam yang gelap gulita juga tak memungkinkan terlihat.
Tapi itu bukan alasan untuk terus berpelukan. Aku dan Hendrik melepas pelukan
saat Rony tiba-tiba teriak pada kami.
"Woy kalian dimana???"
Aku mendengar teriakan itu dari atas. Hanya suara tanpa
terlihat sosok Rony. Kamipun mempercepat langkah untuk mendekati arah suara
tersebut. Beberapa langkah kemudian aku melihat Rony dan sinar senter yang
dipegangnya. Bersama mbak Ifa yang sepertinya kelelahan parah juga. Akhirnya
kami berhenti sejenak istirahat.
Aku duduk diatas pohon kayu yang tumbang dan disampingku Hendrik.
Sempat aku melihat wajahnya dari sinar senter yang ia nyalakan saat mengobrol
dengan Rony. Entah apa yang mereka bicarakan. Pengalaman ini benar-benar
membuat banyak kesan. Seolah membuka semua memory lama yang aku pendam. Ini
seperti cerita yang aku pikir sudah tamat. Tapi nyatanya harus bersambung dan
harus aku lanjutkan di episode ini. Jujur memang sampai sekarang aku masih ada
rasa dengan dia. Betapa aku membohongi diri sendiri bahwa aku tidak suka dia
dan membunuh perasaan itu, tapi tetap saja tidak bisa. Aku sendiri masih terus
bertanya kenapa semua ini harus terjadi. Aku kembali mencintai dia. Tapi itu
tidak mungkin. Aku harus memendam rasa ini. Aku tertunduk. Tersirat teringat
dengan orang yang sangat aku cintai selama 4 tahun setelah Hendrik (Next Story:
True Love With Mario). Sosok yang benar-benar sama. Ya Tuhan. Dunia menyimpang
ini benar-benar membuat aku serba salah karena terjebak cinta yang tak pernah
aku bisa miliki selamanya.
Berkali-kali aku berusaha untuk melupakan semua namun tetap
saja aku terus terpuruk. Kadang aku berteriak dalam hati kenapa semua ini harus
terjadi. Dan inilah yang memang terjadi. Jatuh cinta. Dijalani dan semua harus
berakhir ketika ada kata pernikahan. Hendrik. Aku harus bicara dengannya. Aku
akan ungkap semua apa yang seharusnya aku jelaskan dari dulu. Agar aku bisa tenang.
Agar aku tak dikejar-kejar rasa bersalah lagi. Karena bagaimanapun aku lari
dari dia, takdir selalu mempertemukan aku dengan dia. Seolah takdir menuntutku
harus menjelaskan semua. Karena bagaimanapun juga memang aku yang salah. Aku
yang meninggalkan dia. Aku rasa juga itu tak adil untuk dia.
Selang beberapa menit kemudian kami melanjutkan pendakian.
Aku merasa harus siap untuk menjelaskan semua rahasia kepergianku. Saat posisi Rony
berada di depan dengan mbak Ifa, dibelakangnya kembali Hendrik menggandeng
tanganku. Tanganku di usap lembut. Terasa hangat saat kepalan tangannya
menggenggam erat tanganku. Bibirku gemetar. Bukan karena dingin. Melainkan
karena kaku ingin bicara tapi masih terhalang oleh keraguan dan ketakutan
bicara terus terang.
"Hen...."
"Ya...." sahut Hendrik dengan menatapku penuh
arti.
"Aku....aku...." bibirku gemetaran tak bisa
melanjutkan "aku minta maaf".
"Minta maaf? Buat apa?" ucap Hendrik datar.
"Aku minta maaf karena dulu tiba-tiba ninggalin
kamu."
"Oh.. Itu.. Gak apa-apa kok-santai saja. Lagi pula
waktu itu kan kamu sudah bilang mau berhenti dari dunia kayak gini. Jadi ya mau
gimana lagi. Aku tidak bisa menghalangi niat baik kamu untuk berubah. Meskipun
itu mendadak sekali. Dan sekarang tak perlu disesali. Semua sudah terjadi. Aku
sudah melupakan semua itu. Tak apa."
"Kamu sudah melupakan semua itu Hen?" aku sedikit
terkejut. Aku tidak menyangka dia mengatakan itu
"Iya aku sudah melupakan semua. Memangnya kamu masih
ingat memory kita?"
"Ingat semua Hen" sahutku langsung. " aku
masih ingat ketika kamu jemput aku pakai motor bebekmu saat aku masih kuliah,
aku masih ingat dimana kita dulu berdua di rumah kamu, aku masih ingat ketika
ketika makan bakso bersama di depan pabrik Maspion II, bahkan saat aku sudah
pamit sama kamu aku selalu melihatmu setiap solat jumat dekat kampusku. Pada
akhirnya aku tahu dimana rumahmu sebenarnya. Dimana selalu aku lewati setiap
hari. Dan berharap aku bisa melihat kamu lagi." Mataku mulai berkaca. Aku sekuat tenaga
menahannya agar tidak jatuh.
"Perlu kamu ketahui hen. Memang aku ingin kembali
keluar dari dunia “aneh” ini. Tapi aku putuskan kembali setelah kamu bilang mau
menikah. Aku gak ingin tambah sakit hati melihat orang yang aku sayang jadi
milik orang lain. Sakit Hen. Karena aku sangat sayang sama kamu."
"Tapi kita kan tetep bisa jadi BF an meski aku udah
merid?"
"Aku gak bisa mas Hen. Aku gak bisa. Karena pada
prinsipku aku tidak bisa sama orang yang sudah menikah. Hubungan seperti ini
sudah salah. Aku gak mau membuatnya tambah salah dengan jadi selingkuhan
istrimu. Kamu menikah pasti ada janji suci. Dan aku gak mau membuat kamu
mengingkari janji itu. Justru karena aku sangat sayang sama kamu, mangkanya aku
ninggalin kamu tiba-tiba. Memang aku ingin kamu membenciku karena aku gak mau
jadi beban pikiranmu. Hanya saja ternyata itu malah jadi beban pikiranku sampai
sekarang. Malah beban itu semakin berat saat aku melihatmu lagi. Ditambah
ketika kamu mengajak pacar barumu waktu d rumah Rony malam itu, Aku sangat
sakit hati. Sakit Hen.... Aku ingin marah tapi aku gak bisa karena kamu juga
bukan siapa-siapa aku. Karena itu aku langsung pulang dengan hati yang sakit. Aku
berusaha menghapus semua tentang kamu. Aku sakit liat wajahmu"
"Karena itu kamu menghindariku?"
"Iya... Sekali lagi aku minta maaf"
Kembali Hendrik memelukku dengan erat. Seolah tak ingin
melepas. Aku merasakan kesejukan dalam pelukannya. Aroma hutan membuat hati ini
menjadi tentram. Lega rasanya. Akhirnya aku bisa mengutarakan dan menjelaskan
kepergianku. Bahwa aku meninggalkan dia bukan karena orang ketiga ataupun
karena aku ingin kembali ke dunia normal. Melainkan aku meninggalkannya karena
aku tak sanggup menerima kenyataan tentang pernikahannya.
Hendrik masih memelukku sambil mendaki. Begitu erat seolah
tetap ingin memilikiku. Namun semua itu tak mungkin. Aku kembali sadar bahwa
semua ini salah. Tak seharusnya aku terbawa arus cinta masa lalu yang sudah aku
lupakan. Aku melihat dan memandang wajahnya dari balik cahaya sinar senter yang
di arahkan ke atas gunung menyibak semua pandangan depan. Ya.. Aku pegang
pipinya.. Kami berhenti sejenak. Dan seolah ada hipnotis dimana kepalaku
membeku. Terdiam. Hendrik memandangku dengan mata yang penuh arti. Wajahnya
mendekat. Dan dia mencium keningku.
Tak terbendung lagi. Air mataku jatuh. Aku merasakan kasih
sayang yang sangat kuat darinya. Mengapa semua ini terjadi. Inikah yang
dinamakan "tak jodoh"? Sebesar apapun cinta yang kamu beri tak akan
bersatu jika takdir tak mengijinkan. Oh ini sangat menyebalkan. Kadang aku
merasa membenci diriku sendiri.
"Maafin aku mas Hen.." kepegang pipi nya dengan ke
dua tanganku. Kulihat wajahnya. Ingin sekali aku mencium bibirnya. Tapi itu tak
mungkin. Dengan sadarku aku melepas pelukannya dan menjauhkan badan darinya. Aku
sadar ini salah. Aku lepas tas ranselku dan ku ambil power bank lalu ku
nyalakan lampu senter yg ada di powerbank. Aku mendaki dengan sedikit berlari.
Mungkin Hendrik agak bingung kenapa aku tiba-tiba menjauh.
"Bas kamu kenapa lari..." panggil Hendrik. Namun
tak ku hiraukan panggilan itu. "Bastian......" teriak nya lagi
Ku langkahkan terus kakiku mendaki dengan cepat. Aku tak
peduli dengan dada sesak yang mulai meraba jantungku. Panggilan Hendrik tetap
tak aku hiraukan. Setelah beberapa menit aku melihat Rony dan mbak Ifa yang
sedang istirahat. Aku menyapa mereka sebentar. Dan kulanjutkan kembali
pendakian. Jantung semakin berdetak cepat. Aku tak peduli. Aku lakukan ini agar
aku bisa mengalihkan pikiran dan perasaan yang kacau. Namun justru sebenarnya
ini sangat membahayakan. Karena arah kakiku jadi kurang tegap dan konsentrasi
berkurang. Aku tak sadar bahwa jalur pendakian mulai agak berbahaya. Jalannya
menyempit. Dan tetap aku tak sadar. Alhasih aku hampir terpeleset jatuh. namun
tiba-tiba ada yang menarik tanganku.
"Bastian.." teriak Hendrik. Dia memegang tanganku
sangat erat sampai pergelanganku sakit
"Kamu mau mati? Kamu lihat itu?" dia menunjuk
kebawah. Dan mengarahkan sinar senternya kebawah. " itu jurang bastian...
Sudah aku bilang kamu tetap sama aku. Kamu itu tanggung jawabku." kata
hendrik agak berteriak.
"Aku..." kulihat raut wajah hendrik agak marah.
"Sudah.. Jangan bicara lagi..." Hendrik menarikku.
Aku merasa kacau dengan perasaan ini. Dan tak ada yang ku
pikirkan selain masa lalu yang dulu seharusnya indah. Indah andai dia tak
menikah secepat itu. Tapi mau bagaimana lagi. Mungkin ini takdir yang harus aku
jalani. Jika tak seperti ini mungkin juga tak akan ada cerita ini.
Akhirnya kami pun sampai di puncak gunung Ijen. Dan aku
mulai bisa menenangkan hatiku. Hari masih gelap dan yang kulihat hanya bintang
di langit. Karena tujuan kami mendaki adalah ingin melihat BLUE FIRE (api biru)
maka kami harus turun ke kawah gunung Ijen ini. Melihat medan nya bener-benar
menantang bahaya. Adrenalin jelas terpompa. Batu terjal dan bau asap belerang
yang menusuk hidung membuat dada sesak. Hampir aku kembali terpeleset namun
lagi-lagi aku di pegangi Hendrik. Begitulah seterusnya sampai kami benar-benar
melihat ke indahan BLUE FIRE kawah Ijen.
Konon Blue fire ini hanya ada 2 di dunia. Yang satunya ada
di Amerika. Dan tidak heran banyak sekali turis asing yang mengabadikan foto
disini. Indonesia patut berbangga punya alam seindah Ijen. Luar biasa....
Yang aku sesalkan aku tidak punya camera DSLR. Yang ada cuma
camera digital biasa. Otomatis aku tak bisa mengambil foto blue fire itu. ISO
nya kurang parah. Jd semua hasil fotoku, bluuurrr gelapppp.... Tp ya untung
saja ada mbak Ifa yang fotografer itu. Jadi tak masalah jika harus kehilangan
keabadian moment indah ini. Biar dia aja yang foto aku dkk. hehehe (Sedikit
terhibur karena mulai kembali narsis di tengah kawah)
Okey,,, tak terasa matahari sudah terlihat sinarnya. Kami
pun harus segera balik, karena angin sudah mulai bertiup kencang di kawah.
Sempat aku hampir pingsan menghirup terlalu banyak asap belerang. Sehingga mau
tidak mau aku segera naik kembali. Namun aku tidak menyesal dengan kejadian dan
ke extreme-an medan di Ijen. Pada dasarnya memang aku sangat suka dengan
pendakian seperti ini. Aku tertawa ketika aku foto selfie dan aku melihat muka
mesum alias gosong dan bekas pasir di wajah. Ini seru sekali. Sambil
senyum-senyum sendiri liat hasil fotonya yg jelek banget.
Setelah sampai di puncak lagi, kami akhirnya turun gunung,
dan aku pikir pendakian gunung ini hanya dilakukan malam hari, ternyata yang
mendaki siang hari malah lebih banyak. Yang dominan turis asing. Gila.. Ini
panas banget looo.... Kaki pun terasa sakit. Jalanan yang menurun membuat
kakiku tertekan ke depan dalam sepatu. Sepatu juga kayaknya kesempitan. Kaki
jadi sakit banget. Tapi tetap semangat. Sesekali aku di foto mbak Ifa saat
jalan menurun, mungkin karena Hendrik dan Rony udah jengkel melihatku yang
sangat narsis, mereka jadi turun duluan. Ya... Gak apa-apa sih.. Toh juga jalan
udah keliatan gak kayak kemarin gelap. Sempat aku melihat jurang sampingku. Benar,
aku harus berterima kasih sama Hendrik karena dia udah jagain aku. " Hem..
So sweettt... Thank you mas Hendrik….. Halahh lebay..." Sambil menggerutu
sendiri dalam hati..
Jujur aku puas dengan pendakian ini. Bayangan moment gak
enak dari awal yang aku pikirkan dalam perjalanan berangkat ke Ijen, kini malah
menjadi bayangan indah yang nyata. Sebenarnya masih banyak cerita dalam
perjalanan pulang, hanya saja inti cerita dari moment ini adalah bahwa aku
sudah plong. Aku bisa speak up ke seseorang yang pernah aku cintai. Dan beban
moral yang mengganggu ku selama ini sudah tersampaikan.
Ya... That's my true story... Dan ceritaku bersama Hendrik
sudah selesai. Thanks you for Hendrik.
Ups... Tunggu dulu...
Singkat cerita setelah pulang dari kawah ijen dan sudah
sampai rumah masing-masing, 2 minggu kemudian aku d BBM Rony suruh ke rumah
mbak Ifa. Biasa... ambil file-file foto yang ada di camera DSLR nya. Tapi
karena mbak Ifa belum sampai rumah, jadi kami menunggu depan rumahnya.
Lagi-lagi Rony ngajak si Hendrik. Mereka datang make mobil CRV nya Hendrik. Dan
ini kembali mengingatkanku saat dia membawa brondong saat di rumah Rony
beberapa tahun lalu. Tapi semua itu hanya masa lalu.
Kali ini Hendrik menanyakan apa aku sudah pacar atau belum.
Ya ku jawab aja belum karena memang belum punya. Pikirku kok dia Tanya itu
lagi? Bukanya kemarin dia udah Tanya ya? Menurutku ini pertanyaan penuh arti.
Atau hanya sekedar basa basi? Oh come on Bastian. Don't Big Head please...
Okey mbak Ifa akhirnya datang. Kami masuk dan proses
transaksi transfer data foto terjadi. Halah lebay banget bahasanya. Kebetulan
banget mbak Ifa laper. Akhirnya kamipun keluar bawa mobil Hendrik nyari rawon
di jalan Gajah Mada Sidoarjo. Sempat aku mau duduk di belakang. Tapi saat buka
pintu mobil tiba-tiba Hendrik...
"Hey Bastian.... Kamu duduk didepan aja sama aku.
Jangan d belakang..."
Oh my god.. What's wrong with me? Kenapa dia mau aku duduk di
depan? Halah.. Don't big head again Bastian. Bisa meletus nanti kepalamu
keseringan big head. Always wolez please... Fine thanks aku duduk di depan.
Saat jalan sesekali Hendrik melihat ke arahku. Entah apa yang dia pikirkan.
Lalu Hendrik memutar lagu romantis. Wow... Apa aku harus big head lagi? Ya
bolehlah... Aku sih enjoy aja. Namun beberapa menit kemudian...
"Woy.... Lagunya rek... Kayak kencan
ae....ganti-ganti... Kamu itu Hen.. Badan okey, manly kok lagunya beginian...
Oh my god... Hahaha" sentak mbak Ifa
Aku ketawa terpingkal-pingkal melihat wajah Hendrik yang
agak terkejut. Mungkin dia lupa kali ya klo ada 2 orang dibelakang. Sumpah..
Ini membuatku benar-benar geli.
Inilah akhir ceritaku bersama Hendrik. Entah apa yang dia
pikirkan. Aku sudah mulai menata hati. Dia sudah ada masa depan sendiri bersama
keluarganya. Bukan aku..
Dan aku tak harus masuk lagi dalam kehidupannya.
Ini pilihanku...
Takdir.. Benar-benar tak ada yang menduga...
But once again.. “Whos know??” Apakah ada cerita atau moment
bersama dengan dia lagi? Hanya Tuhan yang tahu.
Finish….
nama fbnya apa bas? wjwj
ReplyDeleteBang, kok gak bisa di add fb nya?
ReplyDeletemessage aja di fb. bilang tahu fb saya dr blog. In Syaa Allah saya balas
ReplyDelete