Kau Tak Terganti! Mungkinkah?

Selasa, 25 November 2014

Dear Diary,

Hari ini Mario datang.  Seperti biasa tiap kali pulang traveling dia selalu datang ke rumah memberi oleh-oleh. Kali ini dia dari Lombok. Beberapa bulan lalu dia memang mengajakku traveling ke sana. Namun aku tolak karena dia traveling bersama istrinya. Gila... Bisa jadi obat nyamuk aku disana. Sebenarnya sih bisa saja karena acara traveling itu juga ramai bersama temen kerjanya. Tapi tetap aku tidak bisa. Aku tau resikonya dan aku tak mau kejadian travelingku di Semarang tahun lalu terulang lagi.

Well.... Dia datang saat aku masih didalam kamar. Aku mendengar suara kedatangannya dan salaman sama ibu dan bapakku. Saat ku keluar kamar dia sedang becanda dengan kakak perempuanku beserta anaknya. Karakter yang ramah masih melekat padanya. Moment seperti ini juga sudah tidak asing lagi. Mario sejak dulu pertama kenal aku juga sudah dianggap anak oleh ibu bapakku. Dia benar-benar hebat dalam berkomunikasi. Aku sendiri tidak menyangka dia bakal bisa sedekat itu dengan keluargaku.

Dia membawa beberapa oleh-oleh seperti makanan gorengan dan membagikannya ke ibu dan ponakan kecil anak kakak perempuanku di ruang tamu. Aku masuk dan menyapanya "Waahh... yang habis dari lombok seneng banget nih"
"Biasa aja kok. Ini aku bawa sesuatu untukmu" katanya sambil memberi bungkusan plastik yang tertutup. Aku penasaran dan bertanya "Apa itu mas?" Dia hanya tersenyum manis "Buka saja" lalu dia masuk begitu saja ke kamar ku dan sepertinya dia mau sholat isak. 

Kubuka isi plastik itu. Ternyata isinya adalah sarung tenun asli dari Lombok. Sesaat aku terpana dengan maksud dari pemberian ini. Kamu tau? Dia kalau ngasih sesuatu pasti ada maksudnya. Mungkin ini teguran karena akhir-akhir ini aku sering bolong solat. Aku jadi teringat beberapa minggu lalu saat nongkrong bersama dia di Delta Plaza aku sampai lupa waktu sehingga aku kehilangan solat magribku. Ya… aku tau ini teguran dari dia. Dari sekian banyak oleh-oleh disana dia memilih sarung untukku. Dia benar-benar belum berubah.

Keluar dari kamar buat wudlu dia sempat berbincang dengan ibuku. Dia menanyakan ayam kalkun yang dia beri sebagai hadiah ulang tahun ku ke – 25 bulan mei kemarin. Kamu tau maksudnya apa dia memberiku sepasang ayam kalkun itu? Ya karena dia ingin agar aku bersahabat dengan unggas-unggas di belakang rumah. Dia ingin aku agar bisa memelihara peliharaan. Dia tahu benar aku sangat malas sekali memelihara sesuatu yang berhubungan dengan unggas. Namun tetap aku tidak bisa. Satu dua hari aku berusaha memberi makan itu ayam. Tapi akhirnya salah satu ayam itu mati karena entahlah. Aku juga bingung kenapa itu ayam kok mudah mati. Akhirnya tinggal 1 ekor aku jadi tidak berani memeliharnya. Takut mati juga. So yang memelihara ibuku. Hanya saja kini ayam itu juga mati karena perubahan iklim yang ekstrim. Tidak hanya kalkun tapi juga semua unggas mulai dari ayam kampung, jago, dan bebek. Orang jawa menamainya musim “Aratan”.

Sangat disayangkan karena ayam kalkun itu sudah gede banget. Saat membawa bangkainya untuk di kubur dulu itu berat banget. Karung beras yang aku pakai untuk membawa saja hampir penuh saking gedenya itu ayam. Aku juga tidak menyangka ibuku sampai nangis juga melihat ayam kalkun itu mati bahkan galaunya berhari-hari. Mungkin ibuku juga udah sayang banget kali ya? Meski aku sok muka kuat sebenarnya aku juga sedih. Saat ayam itu mati aku ngasih kabar ke Mario. Dia bilang “Gak apa-apa. Nanti aku belikan lagi” hadew… itu anak malah membuat aku sangat merasa bersalah. Tapi ya ini kan takdir.

Hanya saja aneh banget. Saat dia berbincang dengan ibu eh… malah yang dibahas kalkun mati. Pakai Tanya “Gimana kabar kalkun, Bu? “ padahal udah dikasih tau. Ya ini emang kejailan dia. Kalau ditanya kalkun ibuku pasti galau lagi. Dari jauh aku sahut “Udah jangan bahas kalkun lagi. Ibuku udah move on kok kamu bahas kalkun lagi. Nanti galau lagi”.

Dia malah tertawa terbahak-bahak. Ibu juga tertawa mendengar ucapanku. Walau tadi sempat aku lihat mata ibu mulai berkaca-kaca. Ah ini gara-gara ayam jadi galau lagi. Mario kemudian kebelakang untuk mengambil air wudlu. Aku masuk ke dalam mushola memastikan sarung untuk solat ada. Setelah lengkap aku kembali ke ruang tamu. Karena rumahku lurus doank jadi aku bisa melihat dia masuk ke mushola rumah.

Aku pandangi dia saat masuk. Mataku terbuka namun pikiran seolah flash back ke masa lalu. Aku  bandingkan dengan masa sekarang. Rasanya menyedihkan karena aku belum bisa mendapatkan orang seperti dia. Dia tahu apa yang aku butuhkan walau aku tak pernah bilang. Dia mengamatiku dari jauh dan benar-benar mengerti aku ini seperti apa. Dia juga menerimaku walau aku sangat menyebalkan dan sering mengecewakan dia. Bahkan dalam kekurangan dia, dia selalu berusaha memberi apa yang aku butuhkan. Sungguh aku sangat berterima kasih kepada dia yang selalu mengajariku arti hidup ini. Dia adalah pembimbing hidup terbaik selama 4 tahun saat aku masih tinggal berdua bersamanya. Dia lah orang yang bisa membuat aku bisa belajar menerima apa adanya, sabar, gaya hidup sehat dan semuanya. Namun semua harus aku akhiri karena demi masa depan dia, dia harus menikah. Mungkin itu adalah pengorbanan terbesar dariku untuknya. Selama 7 jam aku harus bisa tersenyum dalam tangisan saat resepsi pernikahannya. Itulah saat dimana kupegang komitmen bahwa dia akan menjadi saudara laki-laki yang murni, tanpa cinta. Hanya kasih saying sebagai saudara. Tidak lebih

Melihat kesempurnaan dia, aku tidak bermaksud menyamakan dan membandingkan dia dengan orang-orang yang ingin mendekatiku. Hanya saja aku bisa bertahan lama dengan orang yang mempunyai karakter seperti Mario. Walau tidak 100% aku bisa menerima. Aku sadari juga tiap orang juga berbeda. Tidak kupungkiri itu. Aku serius. Aku tidak ingin main-main dalam sisa waktu ku yang semakin sempit ini. Karena pada dasarnya suatu saat nanti sebelum umurku 30 tahun aku juga harus menikah. Namun jika nasib berkata lain ya aku tidak tahu.

Aku tidak mau main-main seperti orang lain. Karena itu aku sangat selektif mencari. Selama 2 tahun terakhir setelah pernikahannya aku serius mencari. Namun yang ku dapat hanya kekecewaan dan kebohongan. Aku merasa lelah. Hingga aku berpikir cinta sejati itu hanya datang 1 kali. Maka aku tidak akan bisa mendapatkan cinta sejati dari orang lain. Apa benar kalimat itu? Menyebalkan sekali jika benar.

Tanpa kusadari aku melamun melihat Mario masuk mushola ternyata mataku berkaca-kaca. Aku tidak menyangka bapakku yang duduk di seberang sofa melihatku hampir menangis. Sontak langsung aku lap mataku dengan tangan agar tidak sampai jatuh dan mencoba mengalihkan perhatiannya.
“Kok masuk anginku gak sembuh-sembuh yo, Pak” kataku sambil sedikit acting megang kepala seolah sakit kepala.
“iyo iki hawane emang gak enak, Le. (Iya ini hawanya emang lagi tidak enak, Nak)” jawab bapakku.
“Yo wes aku tak masuk yo pak nggawe teh panas. Mau ngombe (minum) obat disek (dulu).”
Aku beranjak dari ruang tamu dan mau membuat teh panas. Ternyata di dapur ibu sudah membuatkan 2 gelas teh panas untukku dan Mario. Akhirnya aku kembali masuk kamar dan terbaring sambil mainan BB.

Tiba-tiba Mario masuk.
“Nyo (dia selalu manggil aku “Nyo”), pijitin aku Nyo. Kayak e Mak ne wes diskoan iki nang njero (kayaknya ibunya ini udah diskoan di dalam ini)” katanya sambil megangi pundak.
“Males kelapaku sakit. Gak menerima pijat hari ini!” kataku agak jutek dan tanpa melihatnya aku mainan BB lagi. Membalas beberapa chat anak heboh yang kalo lama gak bales pasti PING PING.
“Ayo ta, Nyo.. pijitin Nyo. Bentar doankkkkkkkk” katanya merengek manja.
“Yayayayaya… ndang” kataku agak sebal. Sebenanya tiap ketemu aku, dia selalu minta pijat. Dia bilang kalau hanya aku yang bisa betulin urat di pundaknya itu. Bahkan dia sendiri bilang kalau istrinya yang ia suruh mijat gak pernah dapat bunyi “krek”.

Well.. aku kalo mijat Mario itu dengan cara di injak pakai kaki. Entah dia itu penggila pijat. Kalau pakai tangan katanya gak berasa dan dia gak pengen aku kecapean. Yaiyalah aku kan bukan tukang pijit professional. Sebenarnya aku agak takut sih. Takutnya ada apa-apa. Tapi dia selalu maksa di pijat injak.. Namun rengekan dia itu mellow banget. Aku jadi tidak tega. Nah yang membuat aku kaget kali ini adalah dia tiba-tiba melepas celana di depanku. Jadi Cuma CDan doank. Tapi percayalah aku sama sekali gak ada nafsu ke dia karena komitmenku sudah benar-benar kuat menganggap dia sebagai saudara. Dia melepas celana artinya dia juga pengen di injak kaki nya. Selalu dia mengambil kesempatan. Padahal tadi mintanya pijat bahu doank. Aku sih hanya tersenyum. Udah biasa hal begini.

Aku teringat lagi saat masih bersama dia. Kenangan 4 tahun bersama dia kembali muncul. Selalu dan tiap pulang kerja minta pijat beginian. Padahal sebenarnya aku juga capek abis pulang kerja juga. Hanya karena dulu aku sayang dan cinta, aku melakukannya dengan tanpa ada rasa paksaan dan ikhlas. Aku merasa meski aku yang mijit tapi rasa lelahku juga hilang. Hilang karena melihat orang yang aku sayang bisa tersenyum atas perhatian ku.

Gak sampai 3 menit aku sudah berhasil menemukan otot nya yang tegang “KREK”. Lalu diapun bercerita tentang pengalaman liburan di Lombok minggu lalu. Aku hanya bisa memandangnya. Entah dia ngomong apa lewat begitu saja.

Lagi-lagi aku berfikir dan melamun. Andai di luar sana ada orang yang begitu baik seperti Mario, aku akan benar-benar memberikan terbaik untuk dia. Mungkin ceritanya lain. Karena tiap moment pasti berbeda.

Oh Tuhan… Aku benar-benar tidak bisa tenang hidup seperti ini. Aku kadang bertanya pada diriku sendiri, pada alam, dan tentu padamu Tuhan. Bila ada tolong pertemukanlah aku dengan dia. Atau mungkin orang sebaik seperti dia sudah punah. Karena semua hanya memikirkan diri sendiri dan sex belaka. Jika itu kenyataannya, Mario benar-benar tak kan terganti.

Mungkinkah??

Tuhan.. Aku masih berharap kau masih menyimpan orang lain yang sebaik dia untukku…

Amin…..


Comments

Most Popular

Pengalaman Pertama Test VCT (HIV/AIDS)

Ketika Sumpah Demi Tuhan Sudah Tak Berarti

Tulang Punggung Keluarga . Inikah Rasanya?

Pengalaman Memperpanjang Masa Berlaku SIM C

Selalu Ada Kertas Putih (Part III)