Selalu Ada Kertas Putih (Part III)
Tidak lama mobil kami meluncur ke kompleks samping kampungku.
Disana memang jalannya lebar. Jadi parkir dan santai sambil ngobrol didalam
mobil tidak masalah. Di jalan kami hanya diam seribu kata. Ada rasa canggung
dan campur aduk di dalam hatiku.
“Okey mas mau bilang apa tadi? Mas bingung dan penasaran karena
apa?” tanyaku langsung saat mobil berhenti.
“Sebentar ya mas mau keluar. Mas mau beli jagung dan gorengan enak
kayaknya” dia tersenyum dan membuka pintu mobil.
Wait… aku jadi bingung dengan perlakuan dia kepadaku. Kenapa dia
tidak to the point saja bilang rasa penasarannya. Ini seolah dia mengulur
waktu. Hanya saja setelah melihat keadaan di luar perasaan ku sedikit lega. Aku
melihat salah satu ruko yang menyewakan PlayStasion 2. Oh sweet heart.. I
remember my lovely Mario. Tempat pertama kali aku bertemu dengannya.
“Adek Bastian… adek mau gak jagung rebus?” tiba-tiba Mas Andi
membuka pintu mobil dan masuk. Aku kaget banget. Jelas dia melihat ekspresi
kagetku.
“Adek melamun?”tanya dia.
“Oh gak mas. Hanya kaget aja mas langsung masuk tadi” Hellooww….
Aku gak mungkin bilang teringat memory pertemuan dengan mantanku di sini.
“Ini tadi mas belikan jagung sama gorengan. Adek suka kan?” dia
memberiku 2 buah jagung dan 1 plastik gorengan.
“Banyak amat mas? Gak habis aku makan sebanyak ini.”
“Gak apa-apa. Kalau gak habis kan bisa dibawa pulang di kasih
keponakan. Mau mas suapin?” jawabnya dengan mimik wajah yang manis.
Aku terkejut dengan tawarannya itu. Wah lama-lama aku bisa mati
nerfes didalam mobilnya. “Oh gak perlu mas. Aku makan sendiri saja. Nanti kayak
bayi di suapin ibunya. Hehehe. Oh ya mas.. Sambil makan ngobrolnya tadi
dilanjutin donk” aku mengambil tahu isi di plastic dan aku makan.
“Oh yang tadi? Okey mas lanjutin. Tapi janji dulu adek gak bakal
marah kalau mas bilang semuanya”
“Iya beres. Janji aku gak akan marah” sahutku sambil makan
gorengan.
Sesekali aku melihat wajahnya. Ada sedikit keraguan yang aku lihat
dari raut wajahnya. Entah itu apa. Kudengar dia menghela nafas. Tanya ku dalam
hati kenapa dia begitu gugup? Ada apa sebenarnya yang dia pikirkan. Atau yang
dia rasakan.
“Dek.. mungkin benar mas dan Ziko sudah jadian. Tapi mas masih
ragu dengan perasaan mas sendiri. Jujur mas dari awal sudah suka sama adek
Bastian”
Seolah kepala tersengat listrik aku langsung menelan bulat-bulat
tahu isi yang belum sesesai aku kunyah. Ku ambil tisu di dashboard mobilnya dan
kuusap tangan dan bibirku. Dadaku sedikit terasa sesak. Mas Andi melihat
ekspresiku yang sedikit pucat lalu dia langsung memberiku minum dari botol yang
terletak di pintu mobilnya.
“Dek maaf ya bikin kaget. Adek jangan marah. Mas tadi hanya
berusaha jujur dengan apa yang mas rasakan” kata Andi gugup.
“Iya mas gak apa-apa. Aku juga udah tau. Mas dulu kan juga pernah
bilang kan?”
“Iya benar dari awal mas sudah bilang. Hanya saja adek gak mau kan
sama mas karena mas ini polisi?”sahut dia dengan suara agak pelan.
“Mas boleh aku tanya dan kamu harus jawab jujur juga.” Kataku
dengan suara tegas.
“Ketika aku comblangin mas dengan Ziko, kenapa mas mau menerima?
Bukankah jika memang mas ragu dengan dia mas bisa menolak? Aku sekarang merasa
bersalah sekali sama Ziko. Ziko itu anaknya baik mas. Dia lugu, lucu, baik dan
sepertinya sangat mencintaimu. Dia selalu curhat ke aku bagaimana perlakuan
romantismu ke dia. Aku mengira mas juga sangat mencintainya karena mas juga
sudah nembak dia ditempat yang sangat romantis, antar jemput kuliahnya, bahkan
mas ngasih dia cincin kan? Dan sekarang mas bilang masih sayang ke aku? Maksud
mas apa? Jika mas sekarang bertengkar sama dia dan mencari pelarian, mas datang
ke orang yang salah.”
Aku mulai emosi. Dia hanya tertunduk. “Tolong jangan diam. Jawab
peranyaanku tadi!”
“Sebelumnya mas minta maaf ke adek. Dari awal memang mas sama
sekali tidak pernah suka sama Ziko. Karena dari awal mas suka sama adek
Bastian. Mas menerima ziko sebenarnya hanya ingin membuat adek cemburu. Karena
mas tahu sebenarnya adek Bastian juga suka sama mas kan? Hanya saja adek gak
mau karena mas mu ini polisi. Iya kan? Inget dek. Tidak semua polisi
berperilaku buruk dan player. Mas serius sama adek. Mas sayang sama adek. Mas
sayang bahkan mungkin sebelum adek mengenal mas.”
“Apa?? Sebelum aku mengenal mas, mas udah sayang sama aku?” aku
benar-benar tidak mengerti maksudnya. Bagaimana bisa dia menyukaiku sebelum
mengenalku?
“Iya. Mas sudah sayang sama adek sudah lama. Bahkan sudah 1 tahun
yang lalu” Jawabnya tegas.
“1 tahun yang lalu? Maksud mas Andi gimana sih? Please mas jangan
buat aku tambah bingung.” Tanyaku lagi tambah kebingungan.
“Maaf bikin adek bingung. Tapi adek juga pasti udah tahu kalau mas
ini juga sahabat dari mantan adek, Arya.”
“Lalu apa hubungannya Arya dengan rasa suka mas yang 1 tahun lalu
itu?” Aku jadi tambah bingung. Kulihat dia dengan menatap tajam.
“Selama ini jika Arya suka seseorang pasti bilang mas, dek. Bisa
dibilang kami bersahabat. Dia sering curhat tentang masalah keluarga, karir,
dan tentang dunia seperti ini. Termasuk waktu itu masalah dia dengan adek
Bastian.”
“Termasuk makanan favorite ku ini ya?” tanyaku lagi.
“Iya dek. Mas tahu dari dia. Bahkan setiap tugas kadang dia cerita
semua tentang adek. Maklum kan kadang dinas dijalan membosankan. Jadi bisa
dibilang tukar pikiran dan cerita pengalaman pribadi jadi hiburan tersendiri.
Tapi tidak sembarang kami cerita kehidupan pribadi ke orang/teman anggota lain.
Mungkin karena mas dan dia sudah saling tahu kalau kita juga “sama”. Adek
ngerti kan maksud mas?” Dia menepuk bahuku pelan.
“Iya mas aku ngerti” sahutku.
“Ya dia sering cerita tentang adek Bastian. Bahkan moment pertama
kenal dulu. Hingga pada akhirnya ade bastian kuliah dan akhirnya punya pacar
yang menikah itu hingga akhirnya setelah sangat lama kalian bertemu lagi.”
“Apakah dia juga bercerita tentang…”
“Bagaimana dia mempermainkan adek bastian. Ya dia cerita
semuanya.” Sahut dia memotong ucapanku. “Saat itu mas juga sudah menasehati dia
agar tidak main-main lagi. tapi sebagai sahabat mas tidak bisa mengatur
kehidupan dia. Mas juga mendengar cerita dia juga merasa kasian sama adek
bastian yang sering dibohongi. Bahkan dia pernah menuntut perubahan penampilan
adek. Karena adek mungkin terlalu mencintai dia jadi menurut saja. Benar kan?”
tanya dia.
“Iya mas. Semua itu benar” kataku sambil tertunduk.
“Sejak saat itu entah mengapa mas tiba-tiba terus mikirin adek.
Mungkin awalnya karena kasihan. Tapi setelah kejadian di IceClub Lenmarc, itu
adalah saat mas mulai kagum sama adek. Mas gak nyangka adek masih sebegitu
perhatiannya sama Arya padahal dia sudah sangat menyakiti adek.”
“Sudahlah mas itu bukan perhatian. Aku hanya ingin menyelamatkan
harga dirinya saja sebagai seorang polisi. Lagi pula bagaimanapun juga dia tetap
teman sepupuku juga. Tidak mungkin kan aku biarkan dia dipermalukan dan
ditertawakan saat dia mabuk berat seperti itu.”
“Iya mas tahu. Tapi mas benar-benar kagum. Arya begitu bodoh sudah
menyia-nyiakan adek dulu. Hingga akhirnya dia sekarang sangat menyesal. Dia
ingin balikan sama adek tapi adek tidak mau. Bahkan takdir sering mempertemukan
adek dengan arya. Yang terakhir di kereta waktu perjalanan pulang dari jogja
kan?”
“Iya mas. Kadang aku sampai heran. Dimanapun aku traveling aku
sering ketemu dia.”
“Itu karena dia selalu memantau status facebook adek bastian. Adek
kan hoby update status kemanapun dan dimanapun di facebook. Jadi Arya tahu dan
berusaha mendekati adek dari jauh. Adek kemarin upload foto tiket kan? Jadi
Arya tahu kapan adek brangkat dan pulang. “
Rasanya dadaku semakin sesak mendengar kata mas Andi. Sesak bukan
karena sakit lagi. Tapi aku jadi berpikir dan bertanya dalam hati “Apakah dia
sudah berubah? Oh no.. aku masih belum percaya.” Tidak mungkin Arya berubah.
Lagi pula masak dia memantau seperti itu? FB nya kan udah aku delete bahkan aku
blokir dari friendlist. Tapi bisa saja sih dia membuat akun palsu yang
terselubung dan memang terus memantauku. Apalagi ada menu “berlangganan” dan
“teman dekat” jadi setiap aku update status selalu otomatis terkirim notifikasi
ke FB dia. Oh f*ck
“Kok diem dek? Adek kaget ya?” Sahut mas Andi.
“Oh gak apa apa mas. Ya memang kaget sih. Ternyata itu rahasianya
kenapa aku selalu ketemu dia. Gak nyangka aja.”
“Tenang saja dek, Sekarang Arya sudah berhenti memantau adek. Dia
sudah bilang kemarin sama mas kalau dia gak akan ganggu adek lagi. Bukan putus
asa. Tapi karena…” Mas Andi tiba-tiba tidak meneruskan perkataannya lagi.
“Karena apa mas?”tanyaku penasaran.
“Oh maksud mas karena Arya sudah belajar menerima kenyataan kalau
adek bastian memang sudah tidak suka dia lagi” jawabnya.
“Ow.. iya…” Sahut ku pelan.
“Boleh mas jujur lagi? Tapi kali ini adek janji lagi gak bole
marah” Kata Mas Andi sambil memegang bahuku .
“Iya mas aku janji gak marah lagi.
Ada apa mas?” tanyaku.
“Sebenarnya waktu itu yang
tiba-tiba banyak teman anggota yang add bukan Arya yang nyebar pin BB adek.
Tapi mas Andi sendiri” Jawab Andi pelan. Matanya menatap tajam padaku.
Lagi-lagi kepalaku seperti tersengat ribuan volt listrik PLN.
“APA? Jadi mas yang nyebar? Kenapa
mas lakuin itu?” Tanyaku dengan perasaan terkejut luar biasa. Entah aku harus
marah, kecewa, ingin memukul dia tapi badanku terasa lemas sekali.
“Mas benar-benar minta maaf dek.
Mas lakuin itu karena mas hanya ingin tes adek saja. Apakah adek seperti yang
lain. Suka seseorang hanya karena covernya saja. Juga memastikan apakah adek
masih membenci profesi kami.”
“Ow.. jadi mas hanya tes saja. Trus
hasilnya gimana? “tanyaku pelan dengan perasaan sedikit jengkel
“Hasilnyaaa… luar biasa. Mas gak
nyangka kalau adek itu berbeda. Mas jadi tambah suka sama adek” Kata mas Andi
sambil menatapku dengan senyuman manis.
Saat ini aku merasa bahwa takdir
seolah membuatku merasa bersalah lagi. Aku sudah menuduh Arya yang menyebar Pin
BBM ku. Ya Tuhan… Aku benar-benar berdosa kepada dia. Aku sudah terlanjur
menulis status yang tidak-tidak sama mantanku satu ini.
“Kok diam lagi? adek marah?” Tanya
mas Andi lagi.
“Oh gak mas. Aku hanya menyesal
saja karena sudah menuduh dia yang menyebar pin BBM ku.”
“Iya mas minta maaf sekali lagi. Setelah
Arya dapat pin adek di kereta, dia bilang ke mas mau add adek lagi. tapi adek
delcon dia setelah tau itu Arya. Boleh tau gak dek, sebegitu bencikah adek sama
Arya? Apakah benar-benar tidak ada kesempatan lagi?” Mas Andi melihatku lagi
dengan matanya yang tajam. Aku menoleh ke samping kiriku melihat lampu jalan
yang terang di luar. Aku benar-benar bingung entah mau menjawab apa. Mas Andi
terus menanti jawaban yang belum terlontar dari bibirku. “Maaf dek jika memang
adek tidak mau jawab tidak apa-apa. Mas memang tidak berhak menekan adek dengan
pertanyaan yang berhubungan dengan perasaan. Tapi yang jelas mas mau bilang ke
adek. Bahwa setiap orang bisa berubah. Mungkin benar dulu Arya suka main
sana-sini berpetualang. Tapi dia sekarang beda, dek. Dia sudah berubah. Selalu
ada kertas putih didalam kehidupan seseorang. Dan kini dia mau menulis lembaran
barunya dengan kisah yang baik. Sebelum kesini mas juga ijin ke dia mau ketemu
adek. Dia kirim salam dan ingin meminta maaf.”
Aku semakin tertunduk mendengar
nasehat mas Andi. Entah aku belum iklas dengan perlakuan Arya. Ingin rasanya
aku memaafkannya. Tapi entah mengapa rasanya hatiku masih sakit setiap
membayangkan wajahnya saja. Aku terbayang ketika dengan begitu mudahnya dia
mendua. Bahkan tanpa rasa bersalah dia bermesraan dengan mantannya. Ya Tuhan
aku tidak ingin mengingat itu.
Dengan hati yang mulai ku tata lagi
aku kembali menatap wajah mas Andi. Dia pun melihatku. Ada beberapa hal yang
sebenarnya masih membuatku bingung. Aku terus bertanya didalam hati. Mas Andi
menurut ku masih menyimpan sesuatu yang belum aku ketahui.
“Mas.. aku masih belum mengerti
dengan ini semua. Jujur aku bingung dengan maksud mas tadi. Menurutku ini
sebenarnya aneh. Jika memang mas sayang sama aku, kenapa mas seolah aku ingin
balikan sama Arya? Maksudku dari apa yang mas bilang tadi bahwa mas memuji
Arya. Apa mas tidak takut kalau aku balik suka sama Arya?”
Mas Andi tersenyum. Dia melihat
wajah lugu ku yang penuh pertanyaan. “Adek bastian ini lucu sekali ya? Mas tadi
tidak memuji Arya. Hanya saja maksud mas itu pengen biar adek Bastian maafin
Arya dan tidak buruk sangka lagi sama profesi kami. Soal adek misal balikan
lagi sama Arya ya?? Gimana ya? Benar juga sih kata adek. Bahaya juga ya? Tapi
mas bener-benar sayang sama adek. Kalau memang adek bahagia sama dia mas rela.
Karena Arya juga sudah rela kalau adek bisa jadi pacarnya mas. Malah dia sangat
mendukung. Mangkanya dia ngasih pin adek ke mas. Arya sudah menyadari kalau mas
suka adek. Kan mas suka belain adek waktu dulu.
Mungkin sebagai teman mungkin itu tidak pantas. Tapi kali ini berbeda
kondisi. Arya ingin mas menjaga adek. Karena Arya mungkin sudah gak bisa jagain
adek disini.”
“Apa?” Kataku terkejut. “Maksud mas
gak bisa jagain gimana?” aku lihat wajah mas Andi langsung berubah karena
keceplosan.
“Arya dimutasi dek. Ke Mataram.
Senin besok dia berangkat. Oleh karena itu sebelum dia pergi mas mau adek
maafin dia.”
Aku kembali tertunduk. Entah
mengapa aku merasa seolah kehilangan. Oh tidak aku membenci dia. Buat apa aku
memikirkannya.
“Dek.. ini pin Arya. Kalau tidak
keberatan adek add pin dia. Setidaknya dia bisa minta maaf langsung lewat BBM.
Adek mau kan?” Mas Andi menyodorkan smartphone nya dan menunjukkan barcode pin
Arya. Lama aku memandangi barcode dan pin yang terlihat di layar. Ingin rasanya
aku segera add. Tapi tangan ini terasa berat untuk mengambil BB dan add pin nya. “Dek.. gimana? Mau add?”
kembali mas Andi menawarkan. “Ya sudah kalau memang adek tidak berkenan tidak
masalah. Mas bisa mengerti. Kalau memang adek berubah pikiran adek bisa temuin
dia besok senin jam 10 penerbangan garuda terminal 2. Kebetulan kantor adek
dekat T2 kan?” kata mas Andy sambil menepuk bahuku.
“Iya mas. Akan aku pertimbangkan”
kataku dengan tertunduk. Rasanya tenggorokan ini kelu. Bukan karena minyak
sehabis makan gorengan. Melainkan aku sangat bingung. Mungkin benar aku harus
mengikhlaskannya. Ikhlas membuang memory pahit yang dia beri ke aku.
Karena aku merasa ini sudah terlalu
malam, aku meminta mas Andi balik ke rumah. Tak lupa dalam perjalanan pulang
aku membeli jamu yang tadi aku bilang ke Ibu sebelum berangkat. Karena tidak
lucu jika aku pulang tidak membeli jamu karena alasanku keluar rumah adalah
membeli jamu. Sebenarnya aku tidak suka meminum jamu. Tapi ya sudahlah aku
minum saja. Siapa tahu besok badanku lebih segar.
“Mas pulang dulu ya, dek. Salam saja
buat ibu.” Kata mas Andi setelah mobil berhenti di depan rumahku.
“Mas gak mau masuk dulu?”tanyaku
“Tidak usah dek. Sudah malam gak
enak. Lagi pula adek kan lagi sakit. Biar adek istirahat saja dulu. Okey?”
katanya sambil mengelus rambutku.
“Iya juga sih mas. Sebelumnya terima
kasih ya mas sudah jenguk aku.” Ku pandang dia dengan sedikit tersenyum.
“Adek besok libur kan? Pokoknya harus
istirahat ya? Ingat tidak boleh keluyuran dulu. Kalau ketahuan mas dijalan
nanti mas tilang” kata mas Andi menggodaku.
“Hehehe.. gak apa-apa tilang aja
gak takut. Ntar aku telfon sepupuku biar mas Andi di hukum.”godaku balik.
“Waduh.. kalau berurusan sama
sepupu adek mas gak berani deh. Hehehe” mas Andi tersenyum.
“Hahaha becanda mas. Aku besok
memang akan tidur saja seharian. Biar sembuh dan hari senin besok bisa masuk
kerja lagi”
“Iya lumayan hari liburnya bisa
dipakai istirahat. Kalau begitu adek mau mas jemput hari senin besok? Adek
pasti masih lemas karena baru sembuh. Gimana?”
“Oh gak usah mas aku bisa sendiri
berangkatnya pakai motorku.” Aku menolaknya karena merasa tidak enak bila harus
diantar dia.
“Gpp dek. Mas senang bisa anter
adek kalau adek ijinkan. Boleh ya?”kata mas Andi dengan nada sedikit memaksa.
Oh Tuhan sebenarnya dari dulu aku
ingin sekali bisa berangkat kerja diantar sama pacarku sendiri. Apalagi sama
polteng kayak dia yang sangat perhatian. Aku melayang mendengar tawarannya. Aku
tidak menyangka dia sangat perhatian sama aku. Selama ini perhatiannya hanya di
kata-kata chating BBM. Aku pikir itu hanya bualan/rayuan/basa basi saja yang
biasa diucapkan oleh orang yang pura-pura baik sama aku dimana niatnya hanya
ingin meniduriku saja. Padahal tawaran mereka itu hanya palsu. Basa basi sih
bole saja tapi jika terlalu membuat orang jadi berharap beneran itu bisa sangat
menyakitkan. Namun kali ini aku melihat orang yang benar-benar perhatian sama
aku. Dan ini nyata bukan hanya sekedar kata. Perhatiannya luar biasa. Benar kata
Ziko dia sangat romantic dan perhatian.
Waitt… Ziko. Oh sial. Aku hampir
lupa mas Andi sudah jadi milik Ziko. Aku tidak mau mengkhianati teman ku
sendiri. Lagi pula aku yang kenalin dia. Oh no… Menyesal? Bisa dikatakan iya. Tapi
tak apalah. Semua mungkin memang belum takdirku. Aku bisa terima itu.
“Gak usah mas. Mas sekarang kan
udah punya Ziko. Dia temanku. Aku tidak ingin menyakitiki dia. Karena jika dia
tau pasti dia akan kecewa. Mas coba belajar mencintai dia ya? Dia masih polos. Aku
tidak ingin dia kecewa. Kasian mas. Karena dikhianati teman sendiri itu sangat
menyakitkan mas. Aku pernah alami itu. Ziko anaknya baik dan aku tidak ingin
melukis kesan buruk dalam pengaman dunia seperti ini.” Kataku pelan.
“Ya sudah mas minta maaf kalau tadi
agak memaksa. Tapi boleh mas minta sesuatu ke adek. 1 permintaan saja agar mas
bisa tenang dan mas janji akan belajar menerima Ziko dengan hati mas sendiri.” Mas
andi memegang tanganku erat. Aku jadi deg-degan dengan permintaannya tersebut.
“Mas mau minta apa dari aku?” tanya
ku agak ragu. Dia memegang bahuku. Kulihat punggung tangannya yang berbulu
halus. Lalu aku kembali melihat wajahnya.
“Bole mas cium kening adek?” tanya
mas Andi
Aku menelan ludah mendengar
permintaannya tersebut. Entah antara mau atau tidak aku bingung. Tapi karena
dia sudah terlanjur suka sama aku, mungkin ini cara terbaik agar dia bisa lebih
tenang dan berharap dia juga ikhlas menerima Ziko.
“Baiklah kalau itu bisa membuat mas
lebih tenang dan bisa menerima ziko aku bisa terima” kataku pelan. Mas andi
kemudian memegang pipiku. Dia elus pipiku yang chubby ini sambil menekan
sedikit. Dia memandang wajahku dengan tatapan yang sangat tajam. Seperti ingin
menerkam mangsa. Namun tidak lama kemudian dia tersenyum kepadaku. Dia mendekatkan
wajahnya ke keningku. Aku terpejam. Dan kurasakan bibirnya menempel hangat
dikeningku. Entah perasaan apa yang aku rasakan tapi rasanya membuat aku damai
sekali. Cukup lama dia menempelkan bibirnya dikeningku. Hingga aku sadar bahwa
mobil yang berhenti didepan rumahku ini sudah dari tadi berhenti namun aku
belum keluar. Aku tidak khawatir orang bisa melihat dia mencium keningku karena
mobil mas Andi kacanya ryben. So orang dari luar tidak akan bisa melihat. Lagi pula
ini sudah malam dan tidak ada orang yang nongkrong di jalan. Hanya saja aku
tahu pasti ibuku sudah menunggu di ruang tamu. Karena merasa tidak enak
ditunggu, aku pegang pipi mas Andi dan merasakan bulu halus dipipinya. Ternyata
pipinya basah. Hatiku bertanya? “Apa ini air mata?” aku langsung melihat
wajahnya. Dan benar. Ada sungai di pipinya. Dia tersenyum kepadaku dan
mengucapkan “Thank you”.
Aku tidak mau berkomentar tentang air
mata itu. Aku menyadari betapa dia begitu mencintaiku. Namun aku tidak boleh
goyah dengan air mata yang keluar. Aku anggap itu adalah air mata ketenangan
yang menghilangkan rasa rindu terpendam selama ini. Aku mengerti mencintai
orang dari jauh namun tak bisa memiliki itu rasanya sangat menyakitkan. Karena pernah
aku alami sendiri.
Aku keluar dari mobilnya. Sebelum menutup
pintu, aku lihat lagi wajahnya. Dia tersenyum dan aku balas dengan senyuman. Lalu
aku bilang “Hati-hati dijalan”.
Bersambung ke Selalu Ada Kertas Putih (Part IV)
Comments
Post a Comment