Dancing With My Father



11 Maret 2016

Hari ini aku duduk santai didepan computer sambil merapikan file playlist laguku. Aku pisahkan menurut genre masing-masing. Mulai lagu mellow, RnB, electric, dan untuk mood booster aku buat folder “menenangkan”. Ya… aku buat folder ini karena untuk menulis cerita yang sekiranya tentang masa lalu, aku butuh music yang menenangkan. Aku putar satu per satu lagu untuk menentukan manakah lagu yang sekiranya membuatku tenang.

Hingga aku tekan sebuah file music. Aku dengarkan alunan lagu itu dan entah kenapa, aku jadi teringat dengan bapakku. Ya… Judul lagu ini “Dancing With My Father”, penyanyinya Luther Vandross. Lagu ini sebenarnya lagu lama. Entah rupa penyanyinya gimana aku tidak tahu. Awal aku tahu lagu ini ketika melihat video pengamen cilik bernyanyi begitu merdu di wall FB ku. Tiba-tiba aku langsung suka dengan lagu tersebut. Dalam video itu tidak ada keterangan judul lagunya apa. Hanya saja karena aku bisa mendengar liriknya dengan jelas, aku search di google. Akhirnya tahu bahwa judulnya dancing with my father.
Pertama kali mendengarkan suara piano nya yang indah, seolah mataku tak bisa melihat object didepan mata, melainkan memory masa kecilku. Seperti memasuki lorong waktu aku kembali dimana aku masih sangat kecil.

Memory pertama yang aku ingat adalah aku yang hanya seorang anak tukang becak, yang dibawa kemana-mana oleh bapakku. Beliau sering menitipkan aku di warung kopi dekat bapak biasa mangkal becak. Jika bapak sudah balik mengantarkan penumpang, bapak kembali memanggil dan menggendongku. Aku tidak ingat berapa umurku saat itu. Yang jelas masih dibawah 5 tahun, karena aku belum sekolah TK dan Jaman dahulu belum ada playgroup seperti sekarang. 

Jika bapakku istirahat diatas becaknya sampai tertidur, aku biasa main disekitarnya. Mainpun tidak boleh jauh-jauh dari situ, sebab dijalan raya bahaya banyak kendaraan lalu lalang. Lagipula saat itu aku lugu banget. Bahkan saking lugunya saat itu, ketika ada pencuri yang mengambil uang hasil mbecak bapakku yang disimpan kotak di bawah setir becak, aku hanya diam saja melihatnya. Bengong tidak mengerti apapun. Setelah kejadian itu bapakku kulihat kebingungan. Mondar – mandir sana – sini. Ada raut wajah pucat dan kesedihan. Namun karena masih polos aku tidak tahu apakah itu suatu “permasalahan”.

Ohya, saat aku beranjak dewasa dan sudah berani jalan-jalan keliling kota Surabaya, aku baru tahu bahwa bapakku dulu ternyata sering mangkal didepan Tugu Pahlawan. Benar atau tidak dalam ingatan kecilku aku memang melihat tugu pahlawan di Surabaya ketika bermain didepan warung kopi saat dititipkan. Itu sih memory terlama yang aku ingat. Entah mengapa aku bisa sampai diajak bapakku ikut mbecak saat itu. Aku juga tidak ingat ibuku ada disitu pula. Mungkin ibuku dikampung dan karena aku lengket dengan bapak sehingga nangis kalo ditinggal, aku jadi diajak mbecak sama bapak.

Nah.. memory kedua setelah selang beberapa tahun, entah tahun berapa, aku juga sering diajak bapakku ke alun-alun sidoarjo untuk jualan es balok. Biasanya tiap ada moment suroan / lelang bandeng ada pasar malam. Alun-alun sidoarjo jadi rame banget. Waktu itu aku juga belum sekolah TK. Tapi kali ini ibuku ikut berjualan. Bapakku mendirikan tenda dari terpal seperti camping berbentuk persegi. Isinya es balok besar berbentuk persegi panjang ditutupi gabah/kulit padi. Fungsinya biar gak meleleh esnya. Jaman dulu sedikit sekali orang punya kulkas / kotak freezer. Tapi Anehnya walau aku tidur didalam tenda yang isinya es balok, aku tetap tidak merasa kedinginan. Mungkin efek sering diajak kemana-mana kali ya? Hehehe.

Bye the way.. sebelah kanan tenda bapakku ada penjual topeng dari kardus. Mungkin saat ini udah gak ada. Karena mainan anak-anak jaman sekarang kan gadget. Jadi mainan topeng seperti itu udah hilang ditelan jaman. Jika mengingatnya aku kadang rindu melihat topeng kardus itu. Topengnya juga unik-unik. Tidak hanya sekedar hanya menutupi wajah, melainkan full menutupi kepala layaknya helm. Aku sering main ke lapak topeng itu untuk sekedar melihat saja. Tapi kalau pengen ya aku minta bapakku untuk belikan. Kadang pemilik lapak juga memberiku secara Cuma-Cuma. Senang sekali hatiku waktu itu.

Memory ke-3 yaitu setiap hari sebelum tidur, bapakku selalu mendongeng cerita 25 nabi. Aku suka sekali cerita dongeng tersebut. Karena dari dongeng itu, sepertinya bapak ingin menanamkan nasehat baik untuk anaknya. Sayangnya mungkin karena lelah bekerja jadi bapakku malah kadang tertidur duluan daripada aku. Dan moment itu sampai saat ini tetap membekas dihatiku.

Banyak kasih sayang lain yang aku dapatkan. Bapak selalu berusaha mencukupi kebutuhanku. Apalagi masalah mainan. Di kampung bisa dibilang aku mempunyai koleksi mainan terlengkap. Mulai dari mainan biasa, bongkar pasang karakter kartun, sampai mobil remote dan helicopter. Banyak diantara teman sebayaku main kerumahku dan minjem koleksi mainanku. Pernah ada juga kejadian dimana temanku yang sirik dan merusak mainan remot control sedanku. Saat itu aku nangis sekenceng-kencengnya. Bapakku juga kerepotan meredakan tangisanku yang kencang. Akhirnya beliau berusaha memperbaikinya lagi. Alhamdulillah bisa. 

Kamu tahu! kasih sayang yang diberikan bapak membuat aku semakin menjadi. Apapun yang aku inginkan harus dicukupi. Jika ingat masa itu, ketika aku nangis minta mainan jet coaster di pasar malam tanggulangin (biasanya ramai saat maulud nabi), bapakku tidak pernah memarahiku. Saat itu beliau memang tidak bisa membelikanku mainan tersebut. Sampai aku ngambek beberapa jam didepan tukang penjual mainan itu. Beliau terus membujukku agar memilih mainan yg lebih murah. Tapi aku tetap bersikeras ingin mainan jetcoaster. Karena udah capek nangis, akhirnya aku memilih mainan kereta yang lebih murah. Dan beberapa minggu kemudian bapakku mengajaku ke toko mainan dan surprizes aku dibelikan mainan jetcoaster idamanku itu.

Oh…. Sungguh besar kasih sayang seorang bapak kepada anaknya. Jika ingat itu, tak terasa air mataku mengalir. Karena saat dewasa aku sadar bahwa saat itu aku tahu bapakku pasti menabung dengan susah payah untuk membelikan mainan yang aku inginkan. Maklum pekerjaan bapak saat itu hanya seorang tukang becak. 

Seiring berjalannya waktu lagi, saat aku menginjak kelas 5 SD, tak terasa bapakku sudah mendapat pekerjaan yang lebih baik, mulai dari tukang sumur, bor sumur dan akhirnya menjadi kontraktor perumahan. Bapakku ulet sekali. Beliau belajar otodidak dari teman kontraktornya saat itu. Hingga dari penghasilannya yang bisa dibilang besar mengubah gaya hidup keluargaku juga. 

Saat kenaikan kelas 6 SD aku dikhitankan dan bapakku mengadakan pesta besar-besaran. Sampai-sampai disewakan Orkes dangdut. Suasananya rame banget. Karena dikampungku bisa dibilang bapak adalah orang pertama yang ngadain pesta sebesar itu yang ada orkes dangdutnya, sebagai anak aku bangga sekali. Aku mengenakan kostum keraton dan duduk di gebyok/pelaminan layaknya pangeran. Sayang foto 1 album kenangan pesta itu hilang entah kemana dibawa keponakan.

Masuk SMP inilah awal dimana aku mulai berubah. Hidup serba kecukupan membuat aku menjadi anak yang manja dan angkuh. Pernah suatu hari ketika aku mau pergi ke mall, bapakku minta dianter (kelas 6 SD aku sudah bisa naik motor sendiri) ke proyek perumahan yang sedang dikerjakannya.  Dengan nada tinggi aku membentak bapakku agar tidak memegang pundakku karena tangan kotornya bisa mengotori kaos putih stylish yang aku kenakan.

Kamu tau reaksi bapakku? Bapakku hanya diam. Tidak marah. Sempat aku mendengar suara lirih dari bibirnya kata “astaghfirullah”. Kepalaku seperti tersengat listrik dan mendadak down dalam otak dan hatiku. Aku langsung sadar bahwa apa yang aku lakukan tadi adalah kesalahan besar. Bodohnya aku tidak minta maaf langsung. Entah mengapa aku jadi takut memandang wajah bapakku sendiri. Akhirnya saat jalan di mall bersama teman-temanku, aku hanya bisa merenung. Kadang ada teman yang tanya kenapa aku murung? Tapi aku jawab tidak apa-apa. Yang ada di otakku hanya sebuah penyesalan. 

Dirumah aku merenung dikamar. Apa yang aku lakukan tadi itu salah. Salah besar! Sungguh malu aku sama diriku sendiri. Bapakku sudah bekerja dengan susah payah untuk membahagiakan aku, aku malah membentaknya. Ya Allah sampai saat ini aku masih ingat memory buruk itu. 

Itulah sedikit dari memory indah kecilku sama bapakku. Mungkin jika aku tulis lengkap bisa jadi novel seperti karya Andrea Hirata yang judulnya “Ayah”. oh… I love u my father. Jika aku lihat, Beliau adalah orang terhebat yang aku punyai saat ini. Bapakku sangat menyayangiku. Tidak pernah sekalipun bahkan sampai aku dewasa sekarang, bapak TIDAK PERNAH bertindak kasar. Apalagi memukulku. Bahkan sampai tingkat emosi paling tinggi sekalipun. Bapakku adalah orang yang paling sabar. Aku sangat bersyukur bisa mempunyai orang tua seperti beliau. 

Ya Allah.. Berikanlah panjang umur orang tuaku, dan bantulah aku, agar aku bisa membahagiakan mereka berdua. Aamien…!

Comments

Most Popular

Pengalaman Pertama Test VCT (HIV/AIDS)

Ketika Sumpah Demi Tuhan Sudah Tak Berarti

Tulang Punggung Keluarga . Inikah Rasanya?

Pengalaman Memperpanjang Masa Berlaku SIM C

Selalu Ada Kertas Putih (Part III)